Selasa, 17 Mei 2016

Penggolongan Ahli Waris dan Bagiannya

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah

Hukum waris merupakan suatu hal yang penting dan mendapat perhatian yang besar. Karena pembagian warisan sering menimbulkan akibat-akibat yang tidak menguntungkan bagi keluarga yang di tinggal mati pewarisnya. Hubungan persaudaraan bisa berantakan jika masalah pembagian harta warisan seperti rumah atau tanah tidak dilakukan dengan adil. Untuk menghindari masalah, sebaiknya pembagian warisan diselesaikan dengan adil. Salah satu caranya adalah menggunakan Hukum Waris menurut Undang-Undang (KUH Perdata).
Banyak permasalahan yang terjadi seputar perebutan warisan, seperti masing-masing ahli waris merasa tidak menerima harta waris dengan adil atau ada ketidaksepakatan antara masing-masing ahli waris tentang hukum yang akan mereka gunakan dalam membagi harta warisan. Naluriah manusia yang menyukai harta benda (QS. Ali Imran:14) tidak jarang memotivasi seseorang untuk menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan harta benda tersebut, termasuk didalamnya terhadap harta peninggalan pewarisnya sendiri. Kenyataan demikian telah ada dalam sejarah umat manusia hingga sekarang ini. Terjadinya kasus-kasus gugat waris di pengadilan, baik Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri menunjukkan fenomena ini.
Oleh karenanya, dalam pembagian warisan harus di lihat terlebih dahulu hukum yang mana yang akan di gunakan oleh para ahli waris dalam menyelesaikan sengketa waris yang terjadi.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat diuraikan rumusan masalah menjadi sebagai berikut:
1.      Bagaimana Penggolongan ahli waris?
2.      Bagiamana bagian dari penggolongan ahli waris?
C.     Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan yang hendak dicapai dalam penyusunan makalah ini mengenai Kewarisan Berdasarkan Testament sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui penggolongan ahli waris.
2.      Untuk memahami bagian dari penggolongan ahli waris.

D.    Manfaat Penelitian

Manfaat penulisan yang hendak dicapai dalam penyusunan makalah ini mengenai Kewarisan Berdasarkan Testament sebagai berikut:
1.      Kita dapat mengetahui penggolongan ahli waris.
2.      Kita dapat memahami bagian dari penggolongan ahli waris.

BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian Ahli Waris
Ahli waris ialah orang-orang yang bisa memperoleh warisan dari seseorang yang memperoleh warisan dari seseorang yang meninggal dunia.

B.     Penggolongan Ahli Waris
Berdasarkan sebab-sebab menerima warisan, maka ahli waris dalam hukum Islam dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:
1.      Ahli waris nasabiyah yaitu ahli waris yang mendapat warisan karena adanya hubungan darah;
2.      Ahli waris sababiyah yaitu ahli waris yang mendapat warisan karena adanya perkawinan yang sah dan atau karena memerdekakan hamba (hamba sahaya).
Berdasarkan besarnya hak yang akan diterima oleh para ahli waris, maka ahli waris dalam hukum waris Islam dibagi ke dalam tiga golongan, yaitu sebagai berikut.

1.      Ashabul furudh, yaitu golongan ahli waris yang bagian haknya tertentu, yaitu 2/3, 1/2, 1/3, 1/4, 1/6, atau 1/8.
Para ahli fara’id membedakan ashchabul-furudh ke dalam dua macam yaitu ashchabul-furudh is-sababiyyah (golongan ahli waris sebagai akibat adanya ikatan perkawinan dengan si pewaris), yang termasuk dala golongan ini adalah janda (laki-laki atau perempuan). Dan ashchabul-furudh in-nasabiyyah (golongan ahli waris sebagai akibat adanya hubungan darah dengan si pewaris), yang termasuk dalam golongan ini adalah sebagai berikut.
a.       Leluhur perempuan, yaitu ibu dan nenek.
b.      Leluhur laki-laki, yaitu bapak dan kakek.
c.       Keturunan perempuan, yaitu anak perempuan dan cucu perempuan pancar laki-laki.
d.      Saudara seibu, yaitu saudara perempuan seibu dan saudara laki-laki seibu.
e.       Saudara sekandung/sebapak, yaitu saudara perempuan sekandung dan saudara perempuan sebapak.
2.      Ashabah, yaitu golongan ahli waris yang bagian haknya tidak tertentu, tetapi mendapatkan ushubah (sisa) dari ashabul-furudh atau mendapatkan semuanya jika tidak ada ashabul furudh.
Para ahli fara’id membedakan asabah ke dalam tiga macam yaitu, ashabah binnafsih, ashabah bil-ghair dan ashabah ma’al ghair.
a.       Ashabah binnafsihi adalah kerabat laki-laki yang dipertalikan dengan Pewaris tanpa diselingi oleh orang perempuan, yaitu sebagai berikut:
1)      Leluhur laki-laki, yaitu bapak dan kakek.
2)      Keturunan laki-laki, yaitu anak laki-laki dan cucu laki-laki.
3)      Saudara sekandung/sebapak, yaitu saudara laki-laki sekandung/sebapak.
b.      Ashabah bil-ghair adalah kerabat perempuan yang memerlukan orang lain Untuk menjadi ashabah dan untuk bersama-sama menerima ushubah, yaitu:
1)      anak perempuan yang mewaris bersama dengan anak laki-laki;
2)      cucu perempuan yang mewaris bersama cucu laki-laki; dan
3)      saudara perempuan sekandung/sebapak yang mewaris bersama-sama dengan saudara laki-laki sekandung/sebapak.
c.       Ashabah ma’al-ghair adalah kerabat perempuan yang memerlukan orang lain untuk menjadi ashabah, tetapi orang lain tersebut tidak berserikat dalam menerima ushubah, yaitu saudara perempuan sekandung dan saudara perempuan sebapak yang mewaris bersama anak perempuan atau cucu perempuan.
3.    Dawil arham adalah golongan kerabat yang tidak termasuk dalam golongan ashabul furudh dan ashabah. Kerabat golongan ini baru mewaris jika tidak ada kerabat yang termasuk kedua golongan di atas.

Selain itu, penggolongan ahli waris dalam hukum Islam juga diterbagi atas ahli waris dari golongan laki-laki dan ahli waris dari golongan perempuan (Abu Umar Basyir, 2006: 75). Ahli waris dari kaum laki- laki ada 15 (lima belas) yaitu:
a.       anak laki-laki;
b.      cucu laki-laki (dari anak laki-laki), dan seterusnya ke bawah;
c.       bapak;
d.      kakek (dari pihak bapak) dan seterusnya ke atas dari pihak laki-laki saja;
e.       saudara kandung laki-laki;
f.       saudara laki-laki seayah;
g.      saudara laki-laki seibu;
h.      anak laki-laki dari saudara kandung laki-laki, dan seterusnya ke bawah;
i.        anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah;
j.        paman (saudara kandung bapak);
k.      paman (saudara bapak seayah);
l.        anak laki-laki dari paman (saudara kandng ayah);
m.    anak laki-laki paman, saudara kansung ayah;
n.      suami; dan
o.      laki-laki yang memerdekakan budak.
Kalau seandainya seluruh pihak yang akan mewariskan dari golongan lelaki ini berkumpul semua dalam satu kasus, maka yang berhak menerima warisan hanya tiga, yaitu:
a.       anak lelaki;
b.      ayah; dan
c.       suami.
Adapun ahli waris dari kaum wanita ada 10 (sepuluh), yaitu:
a.       anak perempuan;
b.      ibu;
c.       cucu perempuan (dari keturunan anak laki-laki);
d.      nenek (ibu dari ibu);
e.       nenek (ibu dari bapak);
f.       saudara kandung perempuan;
g.      saudara perempuan seayah;
h.      saudara perempuan seibu;
i.        istri; dan
j.        perempuan yang memerdekakan budak.
Kalau kesemua wanita itu berkumpul dalam satu kasus kematian pewaris, maka yang akan menerima warisan hanya lima, yaitu:
a.       ibu;
b.      anak perempuan;
c.       cucu, yaitu anak perempuan dari anak laki-laki;
d.      istri; dan
e.       saudari sekandung.
Apabila dalam suatu kasus seluruh pihak yang akan mewariskan itu baik laki-laki maupun perempuan berkumpul semua, maka yang menerima warisan hanya lima saja, yaitu:
a.       ayah;
b.      anak laki-laki;
c.       suami atau istri;
d.      ibu; dan
e.       anak perempuan.

C. Pembagian Ahli Waris
1.      Bagian Masing-Masing Ahli Waris
a.       Anak laki-laki
Kemungkinan memperoleh warisan
·         Mendapatkan semua harta warisan, apabila tidak ada anak perempuan , ibu bapak, suami/istri
·         Sebagai ashabah binafsih, setelah diambil bagian dzawil furudh. Dan akan memperoleh seluruh sisa jika tidak ada anak perempuan. Bila ada anak perempuan, maka bagiannya adalah dua kali bagian perempuan.
b.      Cucu laki-laki dari anak laki-laki
Kemungkinan memperolah warisan
·         Jika tidak terhijab, ia sebagai ashabah binafsih; bisa memperoleh seluruh warisan, jika tak ada cucu perempuan dari anak laki-laki; jika ada cucu perempuan (dari laki-laki), bagiannya dua kali bagian cucu perempuan.
·         Tidak memperoleh warisan (terhijab), bila ada anak laki-laki.
c.       Bapak
Kemungkinan memperoleh warisan:
·         Dapat terhijab nuqshan
·         1/6 bagian, jika ada ahli waris anak atau cucu laki-laki
·         1/6 bagian ditambah ‘ashabah, jika ada anak perempuan atau cucu perempuan
·         ’ashabah, jika tidak ada atau cucu baik laki-laki maupun perempuan
d.      Kakek dari pihak bapak
Kemungkinan untuk memperoleh warisan:
·         Bisa berhijab hirman, jika ada bapak
·         1/6 bagian jika ada anak atau cucu laki-laki
·         1/6 bagian ditambah ‘ashabah, jika ada anak atau cucu perempuan
·         Sebagai ‘ashabah, apabila tidak ada anak/cucu laki-laki maupun perempuan.
e.       Saudara laki-laki sekandung
             Kemungkinan memperoleh warisan:
·         Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki atau bapak
·         ashabah binafsih, bisa memperoleh seluruh sisa warisan.
·         1/3 bagian jika lebih dari satu orang saudara baik laki-laki maupun perempuan
f.       Saudara laki-laki sebapak
             Kemungkinan memperoleh warisan:
·         Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki, bapak, saudara laki-laki sekandung atau saudara perempuan sekandung.
·         ashabah binafsih.
·         1/3 bagian jika lebih dari satu orang saudara sebapak baik laki-laki maupun perempuan
g.      Saudara laki-laki seibu
             Kemungkinan memperoleh warisan:
·         Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki-laki atau perempuan, cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki, bapak, kakek dari pihak bapak.
·         1/3 bagian jika terdiri dari dua orang atau lebih
·         1/6 bagian jika hanya satu orang
h.      Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung, anak laki-laki dari saudara sebapak, paman kandung, paman sebapak, anak laki-laki paman sekandung, anak laki-laki paman sebapak.
             Kemungkinan memperoleh warisan:
·         Bisa terhijab hirman
·         Bisa ‘ashabah binafsih
i.        Suami
             Kemungkinan memperoleh warisan:
·         Bisa terhijab nuqshan, jika ada anak atau cucu
·         1/2 bagian jika tidak ada anak atau cucu
·         1/4 bagian jika ada anak atau cucu
j.        Anak perempuan
             Kemungkinan memperoleh warisan:
·         Tidak dapat terhijab1/2 bagian jika hanya seorang dan tidak ada laki-laki
·         2/3 bagian jika lebih dari satu orang dan tidak ada anak laki-laki
·          ‘ashabah bil ghairi jika ada anak laki-laki
k.      Cucu perempuan dari anak laki-laki
             Kemungkinan mendapat warisan:
·         Dapat terhijab hirman, jika ada anak laki-laki, dua anak perempuan atau lebih
·         1/2 bagian, jika hanya seorang, tidak ada cucu laki-laki, atau seorang anak peerempuan.
·         2/3 bagian, jika dua orang atau lebih dan tidak ada anak laki-laki atau seorang anak perempuan.
·         1/6 bagian, jika ada anak perempuan tapi tidak ada cucu laki-laki.
l.        Ibu
                 Kemungkinan mendapat warisan :
·         Bisa terhijab nuqshan, jika ada anak, cucu atau dua orang saudara atau lebih
·         1/3 bagian, jika tidak ada anak, cucu, atau dua orang saudara atau lebih
·         1/3 dari sisa, jika termasuk gharawain. Gharawain adalah jika ahli waris terdiri dari suami, ibu dan bapak, atau istri, ibuk dan bapak.
·         1/6 bagian jika ada anak, cucu atau dua orang saudara atau lebih
m.    Nenek
              Kemungkinan memperoleh :
·         Bisa terhijab hirman, jika ada anak, ibu atau bapak
·         1/6 bagian ( untuk seorang atau dua orang nenek, jika tidak ada anak, ibu atau bapak )
n.      Saudara perempuan kandung
              Kemungkinan mendapat warisan :
·         Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki – laki, cucu laki – laki dari anak laki – laki, bapak
·         1/2 bagian, jika hanya seorang atau tidak ada anak, cucu perempuan atau saudara laki – laki sekandung
·         2/3 bagian, jika dua orang atau lebih dan tidak ada anak cucu perempuan atau saudara laki – laki sekandung
·         Bisa ‘ashabah ma’al ghairi, jika tidak ada saudara laki – laki kandung, tapi ada ahli waris anak perempuan atau cucu perempuan atau anak dan cucu perempuan
o.      Saudara perempuan sebapak
              Kemungkinan memperoleh warisan :
·         Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki – laki, cucu laki – laki, bapak, dua orang atau lebih saudara perempuan kandung bersama anak/cucu perempuan.
·         1/2 bagian, jika seorang dan tidak ada saudara laki – laki, bapak anak, cucu perempuan atau saudara perempuan sekandung.
·         2/3 bagian, jika terdiri dari dua orang atau lebih dan tidak ada ahli waris anak, saudara laki – laki sebapak atau saudara perempuan kandung.
·         1/6 bagian, jika ada seorang saudara perempuan kandung tetapi tidak ada anak, cucu perempuan atau saudara laki – laki sebapak.
·          ‘Ashabah bilghairi jika ada saudara laki – laki sebapak
·         Ashabah ma’al ghairi, jika tidak ada saudara laki – laki sebapak, saudara perempuan kandung. Tapi ada ahli waris anak perempuan atau cucu perempuan.
p.      Saudara perempuan seibu
              Kemungkinan memperoleh warisan :
·         Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki – laki atau perempuan, cucu laki – laki dari anak laki – laki, cucu perempuan dari anak laki – laki, bapak atau kakek dari pihak bapak.
·         1/3 bagian jika terdiri dari dua orang atau lebih
·         1/6 bagian jika hanya seorang
q.      Istri
              Kemungkinan memperoleh warisan :
·         Bisa terhijab nuqshan, jika ada anak atau cucu
·         1/4 bagian, jika ada anak atau cucu, baik laki – laki maupum perempuan
·         1/8 bagian jika ada anak atau cucu baik laki – laki maupun perempuan
  
BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat mengemukakan simpulan bahwa ahli waris adalah orang yang bisa memperoleh warisan dari seseorang yang memperoleh warisan dari seseorang yang meninggal dunia. Adapun penggolongan ahli waris ada bermacam-macam, yaitu ada yang berdasarkan sebab-sebab menerima warisan, besarnya hak yang akan diterima ahli waris, dan penggolongan ahli waris laki-laki dan ahli waris perempuan. Sedang pembagian hak masing-masing ahli waris telah ditentukan berdasarkan ketetapan syari’at Islam.
B.     Saran
Bertitik tolak pada simpulan diatas, maka penulis mengemukakan saran bahwa mempelajari ilmu waris sangat penting bagi umat Islam. Dijelaskan dalam hadits bahwa sesungguhnya ilmu yang akan pertama dicabut Alloh SWT. dari muka bumi ini adalah ilmu faroid mempelajari ilmu waris sama halnya telah menguasai 1/2 ilmu yang ada di muka bumi. Tentunya kita sebagai umat Islam harus mengetahui ilmu tersebut.

DAFTAR  PUSTAKA

Drs. H Djedjen Zainuddin (2004) Fiqih. Semarang: Karya Toha Putra.
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003)
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003)
Effendi Perangin, Hukum Waris, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006)
Darusnal, Chandra, Hukum Waris Perdata, ( Makalah Universitas Batam, 2009)
Hadpiadi. Beberapa Asas Hukum Kewarisan (http://www.hukum waris.com, 2011)
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 2004)
Abdul Manan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar